MUSRENBANG !
Oleh Ricky Nelson Sihite, SE,
MSE
Pembangunan dilakukan dengan
tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Pembangunan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah diharapkan dapat menyentuh kebutuhan seluruh
lapisan masyarakat. Dalam penyelenggaraan pembangunan, tahapan pertama yang
paling utama dilakukan adalah tahap perencanaan. Perencanaan merupakan suatu
hal yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh
suatu pemerintahan. Perencanaan bertujuan untuk menentukan langkah dan kegiatan
yang dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan itu penting karena
apabila suatu kegiatan diawali dengan perencanaan yang matang maka kegiatan
tersebut dapat terlaksana secara terarah, terkendali, terkoordinasi, efisien
dan efektif, dapat dievaluasi serta akan
memberikan hasil dan manfaat yang maksimal. Oleh sebab itu dalam perencanaan
pembangunan, pemerintah perlu melibatkan partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan pembangunan. Kesadaran akan keterlibatan dan partisipasi publik
menjadi sebuah keharusan dalam konteks penyusunan rancangan pembangunan oleh
negara yang kemudian disahkan dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional pada Pasal 1 : 3 dimana Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah,
dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat Pusat dan Daerah.
Oleh karenanya peran aktif
masyarakat sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan
kemasyarakatan agar terlaksana dengan baik, lancer dan memberikan hasil yang
maksimal.
Musrenbang
Salah satu skema perencanaan di
dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional selain politik; teknokratik;
atas-bawah/top-down; bawah-atas/bottom-up adalah perencanaan partisipatif. Dengan
perencanaan partisipatif yang memberdayakan masyarakat dalam proses pembangunan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan maka pemerintah Kota/Kabupaten menjadi
penyelenggara atas keterlibatan warga dalam menyusun berbagai agenda sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing, yang disebut dengan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang pada hahikatnya adalah forum perencanaan
pembangunan formal yang berusaha mempertemukan aspirasi masyarakat dari bawah
dengan usulan program pembangunan dari instansi pemerintah. Untuk masyarakat,
Musrenbang bertujuan untuk mencapai kesepakatan tentang program kegiatan
prioritas di kelurahan dan kecamatannya yang diharapkan akan menjadi program
dan kegiatan prioritas juga di Satuan Kerja Perangkat Daerah yang akan didanai
dari APBD maupun dari sumber-sumber dana lainnya. Musrenbang juga bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menuju kemandirian
dan tersusunnya daftar permasalahan dan cara pemecahannya, karena masyarakat lokal
dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam
melaksanakan pembangunan, karena masyarakat lokallah yang mengetahui apa
permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Tanpa
melibatkan masyarakat, pemerintah akan sulit atau bahkan tidak akan dapat
mencapai hasil pembangunan secara optimal karena pembangunan hanya akan menghasilkan
output-output baru yang kurang berarti bagi masyarakat karena tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam pasal 2 : 4a UU Nomor 25
Tahun 2004; sistem perencanaan yang ada setidaknya bertujuan untuk : a.
mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; b. menjamin terciptanya
integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; c. menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan; d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan e. menjamin
tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan. Dalam konteks tersebut, skema perencanaan mempunyai
pilihan-pilihan pendekatan dalam seluruh rangkaiannya, yaitu: politik;
teknokratik; partisipatif; atas-bawah/top-down; dan bawah-atas/bottom-up.
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Proses pelibatan
masyakarat secara luas bertujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki. Sebagai pilihan strategi dari pendekatan partisipatif ini, pola implementasinya dapat
direalisasikan dalam model pendekatan atas-bawah dan, bawah-atas dan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan yang ada. Semua mekanisme atas perencanaan hasil proses atas-bawah dan bawah-atas akan diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kota, kecamatan, dan kelurahan. Dalam konteks sinkronisasi tersebut, skema realisasi atas`proses perencanaan yang ada, setidaknya harus memuat model perencanaan pembangunan yang terdiri dari: penyusunan rencana; penetapan rencana; pengendalian pelaksanaan rencana; dan evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur (Rancangan Awal RKPD). Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja (Rancangan Renja) dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan (Rancangan Awal RKPD) yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat-stakeholders dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.
direalisasikan dalam model pendekatan atas-bawah dan, bawah-atas dan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan yang ada. Semua mekanisme atas perencanaan hasil proses atas-bawah dan bawah-atas akan diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kota, kecamatan, dan kelurahan. Dalam konteks sinkronisasi tersebut, skema realisasi atas`proses perencanaan yang ada, setidaknya harus memuat model perencanaan pembangunan yang terdiri dari: penyusunan rencana; penetapan rencana; pengendalian pelaksanaan rencana; dan evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur (Rancangan Awal RKPD). Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja (Rancangan Renja) dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan (Rancangan Awal RKPD) yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat-stakeholders dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.
Seremonial
Musrenbang
Perencanaan partisipatif dalam
pelaksanaan musrenbang yang dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada warga
untuk menyalurkan aspirasi dan prioritas masalah dan kebutuhan masyarakat yang
dimulai pada tingkat kelurahan dengan mengidentifikasi program kegiatan yang
ingin dilakukan kelurahan diselenggarakan di bulan Januari. Musrenbang
Kelurahan terbuka untuk semua warga kelurahan, tetapi dikarenakan keterbatasan
waktu, tempat dan ruang masyarakat yang ada di Kelurahan, maka dibuatlah Pra
Musrenbang Kelurahan yang dilakukan di tiap-tiap lingkungan Kelurahan, sehingga
yang hadir pada pelaksanaan Musrenbang Kelurahan adalah Camat, Masyarakat,
Kepala Lingkungan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM) dan SKPD. Hasil musrenbang kelurahan dibawa ke musrenbang
kecamatan yang disampaikan oleh Lurah. Dalam Musrenbang Kecamatan, selain
dihadiri oleh warga kelurahan dan kecamatan, juga dihadiri oleh Kepala SKPD,
Anggota DPRD dan Muspika Kecamatan. Usulan-usulan dalam musrenbang kecamatan
ini kemudian dikompilasi oleh Bappeda dan didiskusikan dalam Forum SKPD dan
Musrenbang Kota.
Dengan berbagai tahapan
Musrenbang yang dilakukan untuk memperoleh Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD), masih ada permasalahan yang muncul karena model perencanaan ini
tidaklah mampu memuaskan semua pihak. Hal ini selain dikarenakan sejak awal
desain Musrenbang masih kental dengan nuansa top down planning yang antara lain
ditandai dengan penyeragaman pendekatan perencanaan di pusat dan daerah,
disiplin waktu pelaksanaan Musrenbang yang kaku dan cenderung dipaksakan, dan
ketergantungan daerah terhadap alokasi anggaran dan program pemerintah pusat
masih cukup tinggi. Disisi lain, pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah
dalam penyusunan RKPD yang melibatkan proses musrenbang harus memenuhi prinsip
partisipatif, prinsip sustainable dan prinsip holistic. Dengan kata lain, jika
program kegiatan yang dibutuhkan masyarakat Daerah tersebut tidak sesuai dengan
program kegiatan pemerintah pusat, maka program dan kegiatan tersebut kecil
kemungkinan akan dapat didanai pada tahun anggaran yang bersangkutan.
Bila kita perhatikan setiap
tahunnya penyelenggaraan Musrenbang di beberapa daerah, ditemukan kecenderungan
tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan menurun setiap
tahunnya. Ada banyak alasan yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat
dalam proses musrenbang, misalnya kesibukan masyarakat dalam bekerja, dan
alasan yang paling sering ditemukan adalah masyarakat telah pesimis dengan
musrenbang. Mereka menganggap proses tersebut adalah pekerjaan yang sia-sia
dikarenakan aspirasi masyarakat terhadap usulan kegiatan pembangunan di daerah
mereka tidak terealisasi ataupun tidak diketahui kapan akan terealisasi. Selain itu usulan-usulan dari masyarakat (bottom
up) terkadang masih harus “bersaing” dengan usulan dari masing-masing SKPD dan
anggota DPRD (top down) yang juga memiliki usulan program kegiatan yang ingin
dibiayai oleh Negara. Konsekwensinya, hanya tersisa sedikit alokasi dana untuk
proses musrenbang. Banyaknya usulan-usulan masyarakat dalam musrenbang dan
hanya sebagian kecil yang bisa dibiayai memunculkan rasa apatis bahwa
perencanaan partisipatif dalam musrenbang hanyalah acara seremonial belaka. Sinkronisasi
antar program-program dengan dua pendekatan
yaitu top down dan bottom up diperlukan dalam menentukan arah strategi dan
prioritas program terkait dengan perencanaan pembangunan daerah. Program yang
ada top down tetapi bottom up tidak ada atau sebaliknya, mengindikasikan
program perencanaan pembangunan daerah belum menunjukkan kesinkronan antara
usulan bottom up dan top down. Selain itu perlu ada keterbukaan terhadap
pemilihan kegiatan yang direalisasikan agar menjadi pembelajaran dan masukan
bagi masyarakat.
Dalam penetapan hasil akhir,
khususnya masalah penganggaran tidak ada akses dan kontrol yang dapat dilakukan
oleh masyarakat. Sehingga tahapan perencanaan pembangunan mulai dari musrenbang
kelurahan sampai musrenbang kota sebagaimana amanah UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tidak menjadi jaminan dapat
terealisasi karena tidak ditunjang oleh pendanaan. Hal ini merupakan salah satu
alasan yang sering diberikan kepada masyarakat, yaitu masalah keterbatasan
anggaran yang sangat mengikat pemerintah daerah.
Untuk itulah, peluang terbesar
bagi seluruh pemangku kepentingan untuk berdiskusi adalah pada Musrenbang
Kecamatan. Hal ini terkait dengan adanya keharusan keterlibatan SKPD, baik itu Kepala SKPD ataupun Pejabat di SKPD
yang mengetahui tugas, pokok dan fungsinya pada musrenbang, dengan demikian
akan dapat digali setiap permasalahan secara lintas sektoral. Dengan hadirnya
SKPD yang mempunyai bekal pengetahuan dan informasi yang cukup terkait dengan
program yang akan disosialisasikan di setiap Kecamatan, maka tidak ada lagi
keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh setiap SKPD tersebut.
Untuk itu semua, Pemerintah
perlu menunjang pelaksanaan musrenbang dengan mempersiapkan kebutuhan data dan
informasi seperti laporan hasil musrenbang pada tahun sebelumnya, program kerja
tahun yang akan datang, batasan yang jelas tentang kriteria pembangunan yang
dilakukan dengan dana APBD, APBD Provinsi maupun APBN, arahan pembangunan
daerah yang telah disinkronkan dengan arahan pembangunan provinsi dan pusat. Selain
itu perlunya peningkatan kemampuan fasilitator dan informasi dari pemerintah
sehingga proses diskusi dalam musrenbang dapat berlangsung secara baik dan
terjadi dialog dua arah. Pemerintah dalam hal ini setiap SKPD seyogianya dapat
menerapkan transparansi (keterbukaan) dalam berbagi informasi dengan masyarakat
sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap setiap SKPD akan meningkat.
Untuk itu diperlukan kehadiran setiap SKPD yang mempunyai bekal pengetahuan dan
informasi yang cukup terkait dengan program dan permasalahan yang ada.
Dari sisi masyarakat,
musrenbang hendaknya dapat menghasilkan sebuah daftar skala prioritas kebutuhan
masyarakat, bukan sekedar keinginan masyarakat. Dengan demikian musrenbang
harus benar-benar mampu menyeleksi berbagai kebutuhan masyarakat dengan
mempertimbangkan ketersediaan dana. Selain itu juga diperlukan peningkatan
kualitas SDM masyarakat melalui penyuluhan dan pemberian informasi terkait
dengan tata cara, metode, program dan segala hal terkait dengan mekanisme
musrenbang serta perencanaan pembangunan daerah, khususnya didalam menyusun dan
memilih program kegiatan yang akan dijadikan skala prioritas, sehingga
diharapkan dapat menepis persepsi masyarakat yang menganggap musrenbang
hanyalah seremonial saja.
No comments:
Post a Comment
Thank you for your comment.